PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PERAN SERTA MASYARAKAT DAN PEMBERIAN PENGHARGAAN DALAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 71 TAHUN 2000
TENTANG
TATA CARA PELAKSANAAN PERAN SERTA MASYARAKAT DAN
PEMBERIAN PENGHARGAAN DALAM PENCEGAHAN DAN
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 ayat (5) dan Pasal 42
ayat (5) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara
Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3874);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN
PERAN SERTA MASYARAKAT DAN PEMBERIAN PENGHARGAAN DALAM
PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
(1) Peran serta masyarakat adalah peran aktif perorangan, Organisasi Masyarakat,
atau Lembaga Swadaya Masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan
7tindak pidana korupsi.
(2) Komisi adalah Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
BAB II
HAK DAN TANGGUNG JAWAB MASYARAKAT
Bagian Pertama
Hak dan Tanggung Jawab Masyarakat Dalam Mencari,
Memperoleh, Memberi Informasi, Saran, dan Pendapat
Pasal 2
(1) Setiap orang, Organisasi Masyarakat, atau Lembaga Swadaya Masyarakat
berhak mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah
terjadi tindak pidana korupsi serta menyampaikan saran dan pendapat kepada
penegak hukum dan atau Komisi mengenai perkara tindak pidana korupsi.
(2) Penyampaian informasi, saran, dan pendapat atau permintaan informasi harus
dilakukan secara bertanggungjawab sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, norma agama, kesusilaan, dan kesopanan.
Pasal 3
(1) Informasi, saran, atau pendapat dari masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2, harus disampaikan secara tertulis dan disertai:
a. data mengenai nama dan alamat pelapor, pimpinan Organisasi Masyarakat, atau
pimpinan Lembaga Swadaya Masyarakat dengan melampirkan foto kopi kartu
tanda penduduk atau identitas diri lain; dan
b. keterangan mengenai dugaan pelaku tindak pidana korupsi dilengkapi dengan
bukti -bukti permulaan.
(2) Setiap informasi, saran, atau pendapat dari masyarakat harus diklarifikasi
dengan gelar perkara oleh penegak hukum.
Bagian Kedua
Hak dan Tanggung Jawab Masyarakat
Dalam Memperoleh Pelayanan dan Jawaban
dari Penegak Hukum
Pasal 4
(1) Setiap orang, Organisasi Masyarakat, atau Lembaga Swadaya Masyarakat
berhak memperoleh pelayanan dan jawaban dari penegak hukum atau Komisi atas
informasi, saran, atau pendapat yang disampaikan kepada penegak hukum atau
Komisi.
(2) Penegak hukum atau Komisi wajib memberikan jawaban secara lisan atau
tertulis atas informasi, saran, atau pendapat dari setiap orang, Organisasi
Masyarakat, atau Lembaga Swadaya Masyarakat dalam waktu paling lambat 30
(tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal informasi, saran atau pendapat diterima.
(3) Dalam hal tertentu penegak hukum atau komisi dapat menolak memberikan isi
informasi atau memberikan j awaban atas saran atau pendapat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Hak dan Tanggung Jawab Masyarakat
Dalam Memperoleh Perlindungan Hukum
Pasal 5
(1) Setiap orang, Organisasi Masyarakat, atau Lembaga Swadaya Masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) berhak atas perlindungan hukum
baik mengenai status hukum maupun rasa aman.
(2) Perlindungan mengenai status hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
tidak diberikan apabila dari hasil penyelidikan atau penyidikan terdapat bukti yang
cukup yang memperkuat keterlibatan pelapor dalam tindak pidana korupsi yang
dilaporkan.
(3) Perlindungan mengenai status hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
juga tidak diberikan apabila terhadap pelapor dikenakan tuntutan dalam perkara lain.
Pasal 6
(1) Penegak hukum atau Komisi wajib merahasiakan kemungkinan dapat
diketahuinya identitas pelapor atau isi informasi, saran, atau pendapat yang
disampaikan.
(2) Apabila diperlukan, atas permintaan pelapor, penegak hukum atau Komisi dapat
memberikan pengamanan fisik terhadap pelapor maupun keluarganya.
BAB III
PEMBERIAN PENGHARGAAN
Pasal 7
(1) Setiap orang, Organisasi Masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat yang telah
berjasa dalam usaha membantu upaya pencegahan atau pemberantasan tindak
pidana korupsi berhak mendapat penghargaan.
(2) Penghargaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa piagam atau
premi.
Pasal 8
Ketentuan mengenai tata cara pemberian penghargaan serta bentuk dan jenis
piagam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan.
Pasal 9
Besar premi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) ditetapkan paling
banyak sebesar 2ˆ (dua permil) dari nilai kerugian keuangan negara yang
dikembalikan.
Pasal 10
(1) Piagam diberikan kepada pelapor setelah perkara dilimpah-kan ke Pengadilan
Negeri.
(2) Penyerahan piagam sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh
Penegak Hukum atau Komisi.
Pasal 11
(1) Premi diberikan kepada pelapor setelah putusan pengadilan yang memidana
terdakwa memperoleh kekuatan hukum tetap.
(2) Penyerahan premi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Jaksa
Agung atau pejabat yang ditunjuk.
BAB IV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 12
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 Agustus 2000
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ABDURRAHMAN WAHID
TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA RI
No. 3995
(Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 144)
PENJELASAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 71 TAHUN 2000
TENTANG
TATA CARA PELAKSANAAN PERAN SERTA MASYARAKAT
DAN PEMBERIAN PENGHARGAAN DALAM PENCEGAHAN
DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
I. UMUM
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi dalam Pasal 41 ayat (5) dan Pasal 42 ayat (5) menegaskan bahwa tata cara
pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi perlu diatur dengan
Peraturan Pemerintah. Peran serta masyarakat tersebut dimaksudkan untuk
mewujudkan hak dan tanggung jawab masyarakat dalam penyelenggaraan negara
yang bersih dari tindak pidana korupsi. Di samping itu, dengan peran serta tersebut
masyarakat akan lebih bergairah untuk melaksanakan kontrol sosial terhadap tindak
pidana korupsi.
Peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana korupsi diwujudkan dalam bentuk antara lain mencari, memperoleh,
memberikan data atau informasi tentang tindak pidana korupsi dan hak
menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab terhadap
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Sesuai dengan prinsip keterbukaan dalam negara demokrasi yang memberikan hak
kepada masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak
diskriminatif mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi,
maka dalam Peraturan Pemerintah ini diatur mengenai hak dan tanggung jawab
masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Oleh karena itu, kebebasan menggunakan hak tersebut haruslah disertai dengan
tanggungjawab untuk mengemukakan fakta dan kejadian yang sebenarnya
dengan menaati dan menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum serta
hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Peraturan Pemerintah ini juga mengatur mengenai kewajiban pejabat yang
berwenang atau Komisi untuk memberikan jawaban atau menolak memberikan isi
informasi, saran atau pendapat dari setiap orang, Organisasi Masyarakat, atau
Lembaga Swadaya Masyarakat.
Sebaliknya masyarakat berhak menyampaikan keluhan, saran, atau kritik tentang
upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi yang dianggap tidak
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pengalaman dalam kehidupan sehari-hari menunjukkan bahwa keluhan, saran,
atau kritik masyarakat tersebut sering tidak ditanggapi dengan baik dan benar oleh
pejabat yang berwenang.
Dengan demikian, dalam rangka mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam
upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, pejabat yang
berwenang atau Komisi pemberantasan tindak pidana korupsi diwajibkan untuk
memberikan jawaban atau keterangan sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-
masing. Kewajiban tersebut diimbangi pula dengan kesempatan pejabat yang
berwenang atau Komisi pemberantasan tindak pidana korupsi menggunakan hak
jawab berupa bantahan terhadap informasi yang tidak benar dari masyarakat.
Di samping itu untuk memberi motivasi yang tinggi kepada masyarakat, maka
dalam Peraturan Pemerintah ini diatur pula pemberian penghargaan kepada
masyarakat yang berjasa terhadap upaya pencegahan dan penanggulangan tindak
pidana korupsi berupa piagam dan atau premi.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "penegak hukum" adalah aparat kepolisian dan kejaksaan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 3
Ayat (1)
Ketentuan ini merupakan wujud pertanggungjawaban sebagaimana diatur dalam
Pasal 41 ayat (4) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, sehingga tata cara penyampaian pendapat yang diatur
dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat di Muka Umum tidak berlaku.
Yang dimaksud dengan "pelapor" adalah orang yang memberi suatu informasi
kepada penegak hukum atau Komisi mengenai terjadinya suatu tindak pidana
korupsi dan bukan pelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 24
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "dalam hal tertentu" adalah dalam hal mengenai sesuatu
masalah diatur lain oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku misalnya
yang berkaitan dengan kerahasiaan (rahasia bank dan rahasia pos).
Pasal 5
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "status hukum" adalah status seseorang pada waktu
menyampaikan suatu informasi, saran, atau pendapat kepada penegak hukum atau
Komisi dijamin tetap, misalnya status sebagai pelapor tidak diubah menjadi sebagai
tersangka.
Ayat (2 )
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas

Komentar

Postingan populer dari blog ini

NICOLO DI CONTI 1449 (Batak dalam sejarah dunia)

LSM NPO dan Hubungan Bisnis Perdagangan