SBY: "Saya Tidak Bisa Memberikan Toleransi"

Hambatan Birokrasi dalam MP3EI
SBY: "Saya Tidak Bisa Memberikan Toleransi"
Presiden SBY, didampingi Wapres Boediono, memimpin rakorsus membahas MP3EI di Gedung Utama Sekretariat Negara, Jakarta, Rabu (6/7) sore. (foto: haryanto/presidensby.info)
Presiden SBY, didampingi Wapres Boediono, memimpin rakorsus membahas MP3EI di Gedung Utama Sekretariat Negara, Jakarta, Rabu (6/7) sore. (foto: haryanto/presidensby.info)
Jakarta: Presiden meminta pengentasan program listrik 10 ribu Watt tahap pertama dan kedua secepatnya direalisasikan karena diperlukan untuk mendorong industri manufaktur dan jasa dalam program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Persoalan yang muncul, seperti pertanahan dan undang-undang, segera diselesaikan. Presiden mencatat ada sejumlah kementerian dan lembaga yang masih bekerja apa adanya (business as usual).

"Saya khawatir kalau tidak bisa dikontrol dengan baik rencana pengentasan program listrik 10 ribu Watt yang pertama mengalami hambatan, begitu juga dengan program 10 ribu Watt yang kedua," Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan ini ketika membuka rapat koordinasi khusus, di lantai 3 Gedung Utama Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Rabu (6/7) sore.

Presiden telah menginstruksikan menteri terkait untuk turun langsung ke proyek yang tengah dibangun. Presiden mendapat laporan bahwa Perusahaan Listrik Negara (PLN) masih memiliki masalah pertanahan dan SBY meminta masalah ini segera diselesaikan. "Jangan sampai PLN tidak memiliki ruang yang cukup untuk betul-betul bisa meningkatkan kapasitasnya," Presiden menegaskan.

Mengenai persoalan pertanahan sendiri, Presiden meminta untuk segera dituntaskan, baik itu undang-undangnya maupun pengelolaannya. "Ini juga bisa menggangu implementasi dari percepatan dan perluasan ekonomi kita," kata SBY.

"Saya berharap pembahasan RUU antara pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat bisa berjalan dengan baik. Kita sudah berkonsultasi dengan pimpinan DPR RI, harapan saya konsisten dengan hasil konsultasi, benar-benar dijalankan," Kepala Negara menambahkan.

Undang-undang Pertanahan, lanjut SBY, amatlah dibutuhkan. Kalau tetap tidak ada, maka yang terjadi adalah hilangnya kesempatan. "Kasihan rakyat nanti, kita harusnya mendapat banyak hasil untuk mereka, tapi terganjal di sana sini, dikunci di sana sini, akhirnya tidak mengalir. Yang seperti itu tentu bukan yang diharapkan di negeri kita," Presiden SBY mengingatkan.

Hal lain yang juga menjadi perhatian SBY adalah masih adanya kelambanan birokrasi. Presiden mendapat laporan dari Ketua UKP4 Koentoro Mangkusubroto mengenai masalah ini. "Saya tidak bisa memberikan toleransi lagi karena semangat kita adalah melaksanakan debottlenecking, agar mengalir semuanya. Ternyata masih ada sebagain dari kita menjalankan bisnis seperti biasa (busniness as usualy)," ujar Presiden.

"Ini penyakit. Saya punya datanya, kementerian-kementerian dan lembaga-lembaga mana yang 'mengalir' begitu saja. Bukan itu yang kita kehendaki. Namanya percepatan dan perluasan, kalau masih seperti itu, ya jangan harapkan bisa sukses benar apa yang kita lakukan ini," Kepala Negara menandaskan. (dit)



Link Terkait:http://www.presidensby.info/index.php/fokus/2011/07/06/6995.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

NICOLO DI CONTI 1449 (Batak dalam sejarah dunia)

LSM NPO dan Hubungan Bisnis Perdagangan