DASAR UU DARURAT NO 8 TAHUN 1954 * INDONESIA HARUS KEMBALI KE PERTANIAN BILA INGIN NEGARA INI MAKMUR SEJAHTERA...........AYO KITA KEMBALI KE LADANG....BERTANI TAKDIR BANGSA INI

INDONESIA HARUS KEMBALI KE PERTANIAN BILA INGIN NEGARA INI MAKMUR SEJAHTERA...........AYO KITA KEMBALI KE LADANG....BERTANI TAKDIR BANGSA INI. LAND REFORM SOLUSINYA........BERIKAN TANAH DIKUASAI KERAKYAT BILA UNTUK BERTANI...AYOO....KELOMPENCAPIR KELOMPOK TANI BANGKITTTTT...

DASAR UU DARURAT NO 8 TAHUN 1954
(1) PENGUSAHA
: ialah orang atau badan hukum pemegang hak erfpacht, konsesi atau
hak kebendaan lainnya untuk perusahaan kebun besar.
(2) RAKYAT
: ialah mereka yang pada waktu Undang-undang Darurat ini mulai
berlaku dengan tidak seizin pengusaha memakai tanah perkebunan.
(3) MEMAKAI TANAH
: ialah dengan nyata-nyata menduduki.
PERKEBUNAN
mengerjakan dan/atau menguasai sebidang tanah perkebunan atau
mempunyai tanaman, rumah atau bangunan lainnya di atasnya, dengan
tidak dipersoalkan apakah rumah atau bangunan itu ditempati atau
dipergunakan sendiri atau tidak.
(4) TANAH
PERKEBUNAN
: ialah tanah-tanah menjadi hak pengusaha guna keperluan
perusahaan kebunnya.
(5) GUBERNUR
: ialah Gubernur, Kepala Daerah Propinsi tempat letaknya tanah
perkebunan yang menjadi persoalan, Kepala Daerah Istimewa
Yogyakarta dan Wali Kota Jakarta Raya.
BAB 2
TENTANG CARA MENYELESAIKAN SOAL PEMAKAIAN TANAH
PERKEBUNAN OLEH RAKYAT
Pasal 2
(1)
Kalau di dalam sesuatu daerah terjadi pemakaian tanah perkebunan oleh rakyat, maka
Menteri Agraria dapat meminta agar oleh Gubernur atau penjabat lainnya atau oleh
sesuatu panitia diadakan perundingan dengan pengusaha dan rakyat yang bersangkutan,
untuk memperoleh persetujuan tentang penyelesaian soal pemakaian tanah itu.
(2)
Jika pelaksanaan perundingan tersebut di atas oleh Menteri Agraria diserahkan kepada
Gubernur, maka Gubernur dapat menyerahkan hal itu kepada penjabat yang ditunjuk
olehnya.
(3)
Menteri Agraria menetapkan pedoman dan lamanya waktu untuk perundingan tersebut
pada ayat 1.
Pasal 3
Pemakaian tanah perkebunan dengan tidak seizin pengusaha yang terjadi sesudah Undang-
undang, ini mulai berlaku tidak akan disertakan dalam penyelesaian.
Pasal 4
(1)
Untuk melaksanakan perundingan tersebut pada pasal 2 rakyat diharuskan menunjuk
seorang atau beberapa orang wakil, menurut cara yang ditetapkan oleh Menteri Agraria.
(2)
Wakil rakyat tersebut pada ayat 1 di atas di dalam perundingan itu bertindak untuk dan
atas nama rakyat.
Pasal 5
Jika perundingan tersebut pada pasal 2 dapat menghasilkan persetujuan, maka penyelesaian
sebagai yang telah disetujui itu, oleh Menteri Agraria, Menteri Pertanian, MenteriPage 3

Perekonomian, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kehakiman ditetapkan dalam suatu surat
keputusan bersama.
Pasal 6
(1)
Kalau setelah lampau waktu termaksud dalam pasal 2 perundingan tersebut di atas
ternyata belum juga dapat dijalankan, karena alasan-alasan yang terletak pada pengusaha
dan/atau rakyat, ataupun karena alasan-alasan itu perundingan tidak dapat menghasilkan
sesuatu persetujuan, maka dengan mem-perhatikanketentuan-ketentuan didalam ayat 2
di bawah ini, atas usul Gubernur, pejabat lainnya atau panitia yang diserahi
melaksanakan perundingan itu, penyelesaiannya ditetapkan oleh Menteri Agraria,
Menteri Pertanian, Menteri Perekonomian, Menteri Dalam Negeri dan Menteri
Kehakiman di dalam suatu surat keputusan bersama.
(2)
Di dalam mengambil keputusan tersebut di atas harus diperhatikan kepentingan rakyat
yang bersangkutan, kepentingan penduduk di daerah tempat letaknya perusahaan kebun
dan kedudukan perusahaan kebun itu dalam perekonomian Negara pada umumnya.
Pasal 7
Di dalam surat keputusan bersama tersebut pada pasal 5 dan 6 ditetapkan berapa luasnya dan
bagian mana dari tanah perkebunan yang bersangkutan yang haknya harus dilepaskan oleh
pengusaha.
Pasal 8
Surat keputusan bersama tersebut pada pasal 5 dan pasal 6 mempunyai kekuatan mengikat.
BAB 3
TENTANG PENYELESAIAN SELANJUTNYA
Pasal 9
(1)
Pelanggaran dengan sengaja oleh pengusaha terhadap ketentuan di dalam surat
keputusan bersama terhitung pada pasal 5 atau pasal 6 dapat dijadikan alasan untuk
membatalkan hak atas tanah perkebunan untuk sebahagian atau seluruhnya.
(2)
Hak pengusaha atas tanah perkebunan itu dapat dibatalkan juga untuk sebahagian atau
seluruhnya, jika ia dengan sengaja merintangi pelaksanaan surat keputusan tersebut di
atas.
(3)
Di dalam hal tanah perkebunan itu dimiliki dengan hak eigen-dom maka jika terjadi hal-
hal termaksud dalam ayat 1 dan 2 di atas, hak eigendom itu dapat dicabut untuk
sebahagian atau seluruhnya.
(4)
Pembatalan dan pencabutan hak tersebut di atas dinyatakan oleh Menteri Agraria,
Menteri Pertanian, Menteri Perekonomian, Menteri Dalam Negeri dan Menteri
Kehakiman dengan surat keputusan bersama.
Pasal 10
(1)
Kepada pengusaha yang menurut ketentuan dalam pasal 7 diharuskan melepaskan
haknya atau berdasarkan atas ketentuan dalam pasal 9 dicabut atau dibatalkan haknyaPage 4

atas tanah perkebunan yang soalnya diselesaikan itu, diberikan pengganti kerugian, yang
ditetapkan bersama oleh Menteri Agraria, Menteri Pertanian,Menteri Perekonomian,
Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kehakiman.
(2)
Pengganti kerugian itu oleh para Menteri tersebut di atas dapat diberikan berupa uang
atau di dalam bentuk lain.
(3)
Jika pengganti kerugian itu diberikan berupa uang, maka kalau pengusaha tidak
menyetujui jumlah yang ditetapkan menurut ayat 1, di dalam waktu 3 bulan sejak tanggal
diberitahukannya penetapan jumlah pengganti kerugian tersebut kepadanya, ia berhak
minta kepada Pengadilan Negeri dari daerah tempat letaknya tanah perkebunan yang
bersangkutan, agar jumlah pengganti kerugian itu ditetapkan olehnya.
(4)
Di dalam hal tersebut pada ayat 3 di atas Pemerintah diwakili oleh Menteri Agraria.
Pasal 11
(1)
Dengan tidak menunggu selesainya soal penetapan pengganti kerugian termaksud dalam
pasal 10, maka sejak tanggal surat keputusan bersama tersebut pada pasal 5, 6 dan 9,
tanah perkebunan yang soalnya telah diselesaikan menurut ketentuan dalam pasal 7
ataupun yang haknya telah dibatalkan atau dicabut menurut ketentuan dalam pasal 9
menjadi tanah Negara, bebas dari segala hak yang membebaninya.
(2)
Tanah perkebunan yang telah menjadi tanah Negara yang bebas tersebut di atas dapat
diberikan dengan sesuatu hak kepada rakyat dan penduduk lainnya yang memenuhi
syarat, menurut ketentuan yang diadakan oleh Menteri Agraria.
BAB 4
PASAL-PASAL HUKUMAN
Pasal 12
Barang siapa melanggar ketentuan dalam surat keputusan bersama tersebut pada pasal 5 atau
pasal 6 atau merintangi pelaksanaannya, dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya
3 (tiga) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 500,- (lima ratus rupiah).
Pasal 13
(1)
Barang siapa sesudah waktu mulai berlakunya Undang-undang Darurat ini dengan tidak
seizin pengusaha memakai tanah perkebunan dihukum dengan hukuman kurungan
selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 500,- (lima ratus
rupiah).
(2)
Ketentuan tersebut pada ayat di atas tidak berlaku terhadap pemakaian tanah
perkebunan yang soalnya akan diselesaikan menurut ketentuan-ketentuan dalam
Undang-undang Darurat ini.
Pasal 14
Perbuatan tersebut dalam pasal 12 dan 13 adalah pelanggaran.
Pasal 15Page 5

(1)
Mereka yang menurut keputusan hakim telah melakukan pelanggaran termaktub dalam
pasal 12 atau pasal 13 di dalam waktu 14 hari setelah keputusan hakim itu mempunyai
kekuatan untuk dijalankan harus mengosongkan tanah yang bersangkutan.
(2)
Pengosongan tanah itu kalau perlu dilaksanakan dengan bantuan polisi.
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 16
Undang-undang Darurat ini mulai berlaku pada hari diundangkan.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Undang-
undang Darurat ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 8 Juni 1954
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
SOEKARNO
MENTERI AGRARIA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
MOH. HANAFIAH
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
SADJARWO
MENTERI PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
ISKAQ TJOKROHADISOERJO
MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
HAZAIRIN
MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
DJODY GONDOKOESOEMO
Diundangkan:
Pada Tanggal 12 Juni 1954Page 6

MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
DJODY GONDOKOESOEMO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 1954

Komentar

Postingan populer dari blog ini

NICOLO DI CONTI 1449 (Batak dalam sejarah dunia)

LSM NPO dan Hubungan Bisnis Perdagangan